Thursday, September 5, 2019

Rute Perpisahan
Rute Perpisahan

Banyak sekali hal yang sejatinya tidak pernah kita harapkan. Namun pada konteks kenyataan mereka datang dengan sendirinya. Tanpa perlu kau mengizinkannya terlebih dahulu. Sebuah kejadian acak bisa jadi Pemicunya. Ambil saja contoh kecil sebagai bahan renungan. Seperti problem yang kuhadapi saat ini. Munculnya fenomena orang ketiga. Sedikitpun tak pernah kuharapkan hadirnya. Tapi beda halnya dengan pacarku. Dalam persepsi ku dia tak lebih baik ketimbang benalu. Sedangkan dalam persepsi pacarku, dia adalah anugerah pemberi kebahagiaan saat ku tak bisa menemuinya. Semakin diriku sibuk, semakin giranglah pacarku.



Semua berawal dari hipotesisku, sampai akhirnya hal pelik itu benar-benar terekam oleh kedua mataku. Ada sebuah kalimat ambigu yang pernah diucapkan oleh pacarku, dan tentu saja nyaris merusak sistem kerja otakku. Itu Tentang orang ketiga itu.

"Ini Adit, dia temanku." Kata pacarku. Kebetulan kami bertemu tepat setelah sebuah forum seminar usai digelar. Sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Bank Sentral. Dari titik ini tentunya kau tahu bahwa kami adalah mahasiswa. Masih satu kampus namun dengan fakultas yang berbeda. Sedangkan orang ketiga itu yang sedang ia coba jejalkan ke dalam hubungan kami adalah rekan satu jurusannya. Satu kelasnya bahkan. Buruknya, saat aku bertemu mereka, mereka dalam keadaan saling melempar tawa.

Kau tahu, betapa ambigunya kata 'teman' untuk seukuran orang yang selalu berpikir negatif sepertiku. Dalam definisi teman memiliki dua pengertian. Pertama didefinisikan sekadar lawan bicara. Kedua teman didefinisikan sebagai pelengkap, bisa juga pasangan. Seperti dalam kutipan berikut, "kopi adalah teman yang cocok untuk menikmati sigaret".

Kau tahu sendiri kan, bagaimana rasanya merokok tanpa ada secawan kopi. Seolah kopi adalah pasangan yang tepat untuk mengisap batang sigaret. Tapi memang begitu adanya. Tanpa kopi, merokok terasa kurang lengkap.

Akhir pekan harusnya menjadi hari yang penuh kebahagiaan bagi sejoli. Namun tidak demikian denganku. Minggu yang hambar, tanpa sedikitpun bergeser dari kamar kontrakan. Sekedar sibuk membuka tutup aplikasi media sosial. Sampai menemukan sebuah status janggal yang diunggah oleh pacarku. Jika dilihat dari segi pemandangannya, nampaklah unggahan tersebut diambil di sekitar lokasi pantai. 

Kulihat status yang tertuang dalam bentuk video berdurasi pendek itu. Pacarku tertawa lepas dengan seorang lelaki yang terasa tak asing lagi di mataku; temannya. Siapa lagi jika bukan si bedebah keparat itu.

Setan menghinggapi tubuhku, dituangkan dalam bentuk emosi. Bukan main lagi, benar-benar meradang aku. Segera ku telepon jalang itu. Namun setelah mendengar suaranya hilang sudah kejantananku. Selalu begitu. Terlampau marah namun ketika sudah mendengar suaranya, jadi ciut nyali. Sedikitpun tak berani aku membentak. Itulah yang membuatku jadi makin sakit hati. Merasa marah, namun tak pernah mampu mengekspresikannya.

Terkadang ngilu sendiri rasanya. Mengangkat beban penderitaan sendirian. Itulah bodohku, mengambil sebuah jalan yang dipenuhi oleh seumbruk resiko. Cinta telah memudarkan konsep berpikir rasional. Merenggutnya secara paksa tanpa kita sadari sedikitpun. Selalu membanggakan sebuah rasa, tanpa pernah memandang kejamnya realita. Inginnya bahagia namun derita yang di terima.

Sampai pada penghujung kisah, segala yang telah kami lalui telah usai. Sebenarnya aku tak ingin mengingat perpisahan ini. Namun apalah daya, ingatan manusia bisa jadi sangat tajam ketika mengalami peristiwa buruk. Melekat erat sabagai bentuk dari rasa trauma yang tak berkesudahan.

Sudah sekian lama pacarku tak pernah membuka obrolan terlebih dahulu. Biasanya memang aku yang selalu membuka percakapan di media sosial terlebih dahulu. Sekedar menanyakan aktivitasnya. Namun ia tiba-tiba mengajakku ke taman kota. Tak biasanya. Ia berkata ada sesuatu yang ingin ia lihat di sana. Aku pun percaya, walau masih menaruh sedikit rasa curiga. Dia mengajakku bertemu. Namun saat bertemu yang kami lakukan hanya diam. Hambar sekali rasanya. Benar-benar kaku seperti saat pertama kali bertemu.

Sampailah pada satu titik, dimana mulutnya terasa keram karena terlalu lama terbungkam. Sayangnya hanya kalimat yang tidak ingin kudengar yang berhasil keluar dari mulutnya. Ia bilang lebih baik sudahi saja. Ketimbang tetap menjalani hubungan dengan rasa terpaksa. Seolah dia sedang menaruh perhatian denganku. Sayangnya aku tak merasakan keterpaksaan sedikitpun. Bahkan dialah yang terlihat lelah menjalani hubungan denganku.

Kau pikir hanya dengan membubuhkan sedikit rasa manis akan menjadikan perpisahan kita terasa lebih pantas. Bahkan sepucuk pamit yang kau beri padaku takkan dapat mengubahku jadi seseorang yang bisa merelakan. Pergilah sesuka hatimu. Aku takkan menggerutu. Kau tak perlu lagi menyalahkanku. Ketika tiba, sebuah masa yang membuatmu benar-benar menyesali apa yang telah terjadi pada hari ini. Bila masa itu tiba aku bersumpah takkan pernah mau menerimamu kembali.

Sebab aku tak membuka jasa, menerima barang sudah cacat segelnya. Menyesal lah sepanjang yang kau bisa, karena kau sendiri yang telah merusak segel itu. Nikmati saja masamu bersama orang ketiga jahanam itu. Maaf saja bila aku tak dapat mendoakan yang terbaik untuk hubunganmu. Aku tak ingin menyumpahimu, hanya saja kau yang membuatku melakukan itu.

a guy create content in the form of writing, images or videos that will be uploaded on social media for entertain and inspires of many people.

Nothing else is fun other than designing. So, digital content creator is my passion.

0 comments:

Post a Comment

Contact Us

Phone :

+628**********

Address :

Sukarame, Bandar Lampung, Lampung, Indonesia

Email :

novabillshcatastrophe@gmail.com