Saturday, October 31, 2020

Media Sosial: Medium Panjat Sosial Berbasis Digital
Panjat sosial
Media sosial kerap kali dijadikan sebagai ajang unjuk kemewahan gaya hidup. Pada konteksnya sebagian besar orang yang menggunakan media sosial, dalam kesehariannya tak sejalan dengan apa yang tengah mereka coba pamerkan. Tujuan akhir dari tindakan tersebut tidak lain hanya ingin mendapatkan pengakuan serta kepopularitasan dalam suatu circle mengingat banyak sekali brand yang menggunakan konsep endorsement sebagai strategi digital marketing untuk mempromosikan produknya. Mereka (pengguna media sosial) perlahan mulai membaca peluang pasar dan berusaha ingin diterima menjadi bagian dari suatu brand tertentu untuk ikut andil dalam kegiatan berpromosi. Hasil akhir dari tindakan tersebut adalah memperoleh fee demi menutupi 'hajat' mereka. Dari motif tersebut maka timbullah suatu fenomena yang disebut dengan panjat sosial (social climber).

Apa itu Panjat sosial


Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, panjat sosial merupakan usaha yang dilakukan untuk mencitrakan diri sebagai orang yang mempunyai status sosial tinggi, dilakukan dengan cara mengunggah foto, tulisan, dan sebagainya di media sosial. Jadi pansos dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan citra diri dengan cara memperlihatkan potongan-potongan semu gaya hidup dan memberikannya sentuhan glamor yang kemudian diunggah baik pada status maupun story di berbagai platform media sosial untuk mendapatkan perhatian banyak orang. Bagi orang yang melakukan panjat sosial, hal yang mereka jadikan indikator status sosial tinggi adalah konsumsi. Mereka percaya bahwa mengonsumsi barang-barang 'tanda' dipadukan dengan gaya hidup 'hedon' mampu mendongkrak rasa percaya diri mereka dan akan merasa minder bila tidak mampu membeli. Pada akhirnya muncul suatu kondisi yang disebut dengan Conspicuous consumption yaitu sebuah kondisi dimana melakukan kegiatan konsumsi yang bukan untuk utilitas dasar, melainkan untuk memberi kesan atau pamer kepada orang lain.

Siapa saja yang berkemungkinan melakukan panjat sosial


Berdasarkan observasi yang diperoleh dari pengalaman berselancar di media sosial, umumnya panjat sosial identik dilakukan oleh kalangan menengah ke bawah. Pernyataan ini didasarkan pada rasio perolehan gaji bulanan serta keinginan mereka menaikkan 'secara paksa' taraf hidup mereka agar terlihat wah di mata khalayak ramai. Bisa katakan sebagai 'Besar pasak daripada tiang'. Bagaimana tidak, mereka (Sosial Climber) memeras pikiran dan tenaganya dari pagi hingga petang mengumpulkan pundi-pundi rupiah hanya untuk membeli barang yang mereka anggap pantas untuk mendeskripsikan tingginya status sosial mereka atau 'memaksakan diri' membeli produk yang memiliki nilai tanda lantas segera memamerkan di media sosial walaupun ditilik dari segi kegunaannya barang tanda (bermerek) yang mereka beli tersebut memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dengan barang lain sejenis yang berkategori 'biasa saja'.

Konsekuensi dalam digitalisasi adalah pertumbuhan kaum social climber yang begitu masif, berujung pada perubahan sistem konsumsi masyarakat dari membeli barang (komoditas) sebagai pemenuhan kebutuhan (needs) menjadi pemenuhan hasrat (desire).

Panjat sosial bersifat positif atau negatif


Sudah menjadi suatu statement yang umum bila aktivitas panjat sosial dinilai sebagai hal yang negatif. Akan tetapi bagi saya pribadi panjat sosial merupakan bagian dari cara kita untuk memperkuat branding diri. Tentu saja panjat sosial dapat dijadikan medium untuk memperlihatkan citra diri ataupun proyek yang kita miliki. Begitu banyak sekali orang tidak menyadari bahwa adanya korelasi antara panjat sosial dengan pekerjaan yang dijalani. Katakanlah seorang Blogger atau YouTuber memperlihatkan fashion dan fasilitas yang mereka gunakan pada unggahan akun media sosialnya itu sah-sah saja. Dengan memvisualisasikan cara berpakaian menarik, fasilitas pembuatan konten yang gahar, serta circle pergaulan yang dipenuhi oleh famous people bukankah mampu menaikkan tingkat kepercayaan publik terhadap situs atau akun YouTube yang mereka miliki. Itulah yang dinamakan 'panjat sosial yang elegan' dimana kita memamerkan skill, gairah serta kebolehan kita terhadap publik bukan hanya sekedar pamer gaya hidup hedon untuk menutupi ketidakmampuan dan kekurangan diri. Meskipun hidup bukan tentang bagaimana kita pamer-memamerkan namun adakalanya pamer diperlukan untuk menunjukkan eksistensi diri kita, seberapa tinggikah tingkat kemampuan kita menguasai suatu bidang dan passion dalam mengerjakan apa yang sudah menjadi minat kita. Pada akhirnya contoh singkat tentang sisi positif dari aksi panjat sosial menyadarkan kita seberapa pentingnya melakukan observasi secara menyeluruh untuk dapat menilai baik dan buruknya suatu tindakan yang mungkin saja suatu yang dipandang buruk bisa memberikan peluang keberhasilan bagi karier kita.

Konklusi


Era digital membuat kegiatan ber-panjat sosial ria menjadi lebih mudah dilakukan dan dapat menjangkau lebih luas audience dibantu oleh hadirnya media sosial yang mana tujuan utama penciptaan platform ini untuk memperluas jurang strata sosial masyarakat ditengah-tengah pesatnya kemajuan teknologi. Smartphone merupakan komoditas yang membuktikan majunya peradaban teknologi informasi dan komunikasi. Tak ayal lagi bila lebih dari separuh populasi manusia di bumi memiliki benda yang satu ini. Yang artinya, setiap kita bisa saja 'memanjat sosial terlepas dari adanya unsur kesengajaan atau ketidaksengajaan. Jika tujuannya untuk meningkatkan branding diri tentu bisa ditolerir. Tentu saja harus dibarengi dengan skill dan kemampuan. Memang pantas bagi seseorang untuk pamer ketika ada suatu hal yang bisa dipamerkan. Namun, jika anda tidak memiliki karya, prestasi, ataupun keahlian khusus maka percayalah, berhentilah melakukan panjat sosial sebelum menjadi bumerang bagi anda. Apabila tiba suatu masa orang-orang melihat ketidakmampuan dan kemiskinanmu mereka akan berusaha keras mencela dirimu. Cobalah untuk hidup lebih sederhana, tidak membohongi diri dan mulai berdamai dengan diri sendiri. Bukankah menjadi diri sendiri lebih autentik ketimbang memanipulasi diri.

a guy create content in the form of writing, images or videos that will be uploaded on social media for entertain and inspires of many people.

Nothing else is fun other than designing. So, digital content creator is my passion.

0 comments:

Post a Comment

Contact Us

Phone :

+628**********

Address :

Sukarame, Bandar Lampung, Lampung, Indonesia

Email :

novabillshcatastrophe@gmail.com